Senin, 20 November 2017

Foreign Exchange Exposure

1.      Transaction Exposure
Transaction Exposure adalah semacam risiko nilai tukar mata uang asing yang terlibat dalam perdagangan internasional dimana transaksi lintas mata uang (multiple currency) dilibatkan. Dengan kata lain, risiko yang dihadapi oleh perusahaan ketika berhadapan dalam perdagangan internasional, bahwa nilai tukar mata uang dapat berubah sebelum melakukan penyelesaian akhir, disebut sebagai Transaction Exposure.

Contoh:
Seorang eksportir menjual 100.000 barang dagangan ke perusahaan Inggris ketika nilai tukar adalah $ 1,80 / £. Nilai dolar dari piutang ini saat dipesan adalah $ 180.000. Jika pound terdepresiasi menjadi $ 1,60 / £ pada saat piutang dikumpulkan, nilai dolar dari penjualan hanya $ 160.000 dan eksportir telah kehilangan $ 20.000 karena adanya Transaction Exposure nilai tukar ini.

Eksportir dapat melindungi diri dari jenis eksposur ini dengan memasukkan kontrak valuta berjangka yang mengunci harga dolar pound pada tanggal pembayaran yang diharapkan - sebuah proses yang disebut lindung nilai. Alat lindung nilai lainnya juga dapat digunakan seperti opsi, kontrak berjangka dan lindung nilai pasar uang.

Jadi, setelah kontrak lintas mata uang yang telah disepakati oleh perusahaan-perusahaan yang berada di dua negara yang berbeda untuk jumlah barang dan uang tertentu, nilai kontrak dapat berubah seiring dengan fluktuasi nilai tukar mata uang asing. Risiko perubahan nilai tukar ini disebut Transaction Exposure.

Semakin besar selisih waktu antara kesepakatan dan penyelesaian akhir, semakin tinggi risikonya terkait dengan perubahan nilai tukar mata uang asing. Namun, perusahaan bisa menyelamatkan diri dari eksposur transaksi melalui teknik lindung nilai.

2.      Economic/Operating Exposure
Economic/Operating Exposure mengacu pada sejauh mana arus kas masa depan perusahaan akan terpengaruh karena perubahan kurs valuta asing seiring dengan perubahan harga. Dengan kata lain, risiko bahwa pendapatan perusahaan akan terpengaruh secara negatif karena perubahan kurs yang substansial dan tingkat inflasi disebut sebagai Economic/Operating Exposure.

Economic/Operating Exposure, juga melibatkan keuntungan atau kerugian aktual atau potensial, namun yang terakhir bersifat spesifik dan berurusan dengan transaksi tertentu dari perusahaan, sementara yang pertama berurusan dengan tingkat makro tertentu dimana tidak hanya perusahaan yang berada di bawah perhatian yang akan terpengaruh namun keseluruhan industri mengamati perubahan tersebut dengan perubahan nilai tukar dan tingkat inflasi. Dengan demikian, dengan Economic/Operating Exposure, seluruh perekonomian terkena risiko valuta asing.

Karena, Economic/Operating Exposure jauh lebih luas, dan berhubungan dengan keseluruhan investasi perusahaan sehingga dengan perubahan nilai tukar, nilai keseluruhan perusahaan akan berubah. Nilai perusahaan terdiri dari arus kas operasi dan total aset yang dimiliki perusahaan.

Cukup sulit untuk mengidentifikasi risiko operasional, karena arus kas sangat bergantung pada biaya input perusahaan dan harga outputnya yang akan berubah secara signifikan dengan perubahan nilai tukar mata uang asing. Selain itu, paparan semacam itu berkaitan dengan tantangan yang tak terlihat dari pesaing, rintangan masuk, dan lain-lain, yang bersifat subjektif dan ditafsirkan secara berbeda oleh para ahli yang berbeda. Dengan demikian, Economic/Operating Exposure mempengaruhi posisi kompetitif perusahaan secara substansial.

Akuntan menggunakan berbagai metode untuk melindungi perusahaan dari jenis risiko ini, seperti teknik konsolidasi untuk laporan keuangan perusahaan dan penggunaan prosedur evaluasi akuntansi biaya yang paling efektif. Dalam banyak kasus, eksposur ini akan dicatat dalam laporan keuangan sebagai keuntungan nilai tukar (atau kerugian).

3.      Translation Exposure
Translation Exposure adalah risiko kerugian yang dialami ketika saham, pendapatan, aset atau kewajiban dalam mata uang asing berubah dengan pergerakan nilai tukar mata uang asing.

Dengan kata lain, Translation Exposure berasal dari persyaratan untuk mengubah aset dan kewajiban anak perusahaan (yang beroperasi di negara lain) dalam mata uang asing dalam mata uang rumah induk perusahaan, pada saat menyiapkan laporan laba rugi konsolidasian dan neraca keuangan. Dengan demikian, perubahan kurs valuta asing akan berdampak besar terhadap laporan keuangan.

Dalam menerjemahkan item dalam mata uang asing dalam mata uang domestik, seorang akuntan menemukan dua masalah:
1.      Apakah item laporan keuangan dalam mata uang asing dikonversi pada kurs saat ini atau pada tingkat yang berlaku pada saat transaksi terjadi (kurs historis)?
2.      Apakah keuntungan atau kerugian yang timbul dari penyesuaian tarif tersebut dimasukkan ke dalam laporan laba rugi periode berjalan atau ditunda?

Jika terjadi perubahan nilai tukar selama periode akuntansi sebelumnya, maka terjemahan dari item yang didenominasikan dalam mata uang asing akan menghasilkan keuntungan atau kerugian selisih kurs, kecuali jika ada implikasi pajak atas barang-barang ini.

Keterpaparan terjemahan berkaitan dengan keuntungan yang tercatat dan nilai neraca dan tidak mempengaruhi nilai keseluruhan perusahaan. Karena keuntungan atau kerugian yang diderita akibat penjabaran barang keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan. Dan para investor percaya bahwa risiko tersebut dapat terdiversifikasi dan karenanya tidak menuntut tambahan premi untuk itu.




Sumber:








Minggu, 15 Januari 2017

Pembangunan Koperasi

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara internasional.
Pada akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dimana-mana, sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992 Kongres ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private enterprise”. Namun dalam perdebatan Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada sebab di dirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk mendapatkan perlakuan yang sama “equal treatment” sehingga apa yang dapat dikerjakan oleh perusahaan lain juga harus terbuka bagi koperasi (ICA, 2002). Koperasi kuat karena menganut “established for last”. Pada tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi. Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga “quasi-sosial”. Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka.
Catatan awal : “Dari sini dapat ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan keterbukaan, sehingga liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi”. Di kawasan Asia Pasifik hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun 1990 diadakan Konferensi Pertama Para Menteri-Menteri yang bertanggung jawab dibidang koperasi di Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah kejadian kali pertama untuk menjembatani aspirasi gerakan koperasi yang dimotori oleh ICA-Regional Office of The Asian dan Pacific dengan pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi komunikasi dua arah dan menjadi pertemuan regional yang reguler setelah Konferensi ke II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yang terpenting adalah hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama tidak harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua adalah kerjasama antara koperasi dan swasta (secara khusus disebut penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi.
Pengalaman Koperasi Di Indonesia, di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di
jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya. Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar ba¬gi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor
pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem-bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).
Pengalaman Umum Kemajuan Koperasi : Mencari Determinan. Sejarah kelahiran koperasi di dunia yang melahirkan model-model keberhasilan umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti yang terjadi di Perancis dan Belanda kemudian produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh masyarakat pada umumnya telah melewati garis kemiskinan.
Contoh pada saat Revolusi Industri pendapatan/anggota di Inggris sudah berada pada sekitar US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan dimulai pendapatan per kapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,-. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota. Syarat 1 : “Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi”.
Di daratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni “Credit Agricole” di Perancis, RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain.
Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah “potensial customer-member” dari koperasi kredit. Syarat 2 : “Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi”.
Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar.
Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.
Syarat 3 : “Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”.
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara
industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi Lompatan ke
sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima, 1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.
Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”. Potret Koperasi Indonesia Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter¬sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP
dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya
Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan mem¬berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan
pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif de¬ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepa¬da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam
ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat. Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan yang sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.
Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi-kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dalam bentuk patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengembangan
ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-
masing daerah. Dalam jangka menengah koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah. Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional.

Peranan Koperasi

Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.

Peran koperasi dalam memajukan perekonomian masyarakat dari dulu hingga saat ini  sangat lah banyak. Karena masyarakat dapat meminjam atau berdagang pada koperasi tersebut. Bukan hanya itu saja  peranan yang dilakukan koperasi juga dapat membantu Negara untuk menggembangkan usaha kecil yang ada dalam masyarakat.

Peranan koperasi dalam Perekonomian Indonesia adalah :
1.        Alat pendemokrasi ekonomi
2.        Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
3.      Membantu pemerintah dalam mengelola cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup  orang banyak.
4.        Sebagai soko guru perekonomian nasional Indonesia (tiang utama pembangunan ekonomi nasional)
5.  Membantu pemerintah dalam meletakkan fondasi perekonomian nasional yang kuat dengan    menjalankan prinsip-prinsip koperasi Indonesia

Peran Koperasi diberbagai Keadaan Persaingan
1.      Di Pasar Persaingan Sempurna
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
·         Adanya penjual dan pembeli yang sangat banyak
·         Produk yang dijual perusahaan adalah sejenis (homogen)
·         Perusahaan bebas untuk mesuk dan keluar
·         Para pembeli dan penjual memiliki informasi yang sempurna

2.      Di Pasar Monopolistik
·         Banyak pejual atau pengusaha dari suatu produk yang beragam
·         Produk yang dihasilkan tidak homogen
·         Ada produk substitusinya
·         Keluar atau masuk ke industri relatif mudah
·         Berbeda-beda sesuai dengan keinginan penjualnya

3.      Di Pasar Monopsoni
·         Disini ada penjual banyak tetapi hanya ada satu pembeli.

4.      Di Pasar Oligopoli
Oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar. Dua strategi dasar untuk Koperasi dalam pasar oligopoli yaitu strategi harga dan nonharga.
Untuk menghindari perang harga, perusahaan akan mengadakan product defferentiation dan memperluas pasar dengan cara melakukan kegiatan advertensi, membedakan mutu dan bentuk produk.
·         Penawaran Harga yang bersifat Predator
·         Price Leadership


Jumat, 13 Januari 2017

Kemenkop: UU Kewirausahaan Akan Dorong Penghematan Anggaran

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Koperasi dan UKM Prakoso BS mengatakan, keberadaan UU Kewirausahaan dinilai akan menghilangkan tumpang tindih kewenangan pengembangan kewirausahaan termasuk menghemat anggaran negara. Saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) Kewirausahaan masih dibahas di DPR.
Hal tersebut dikatakan Prakoso saat jumpa pers di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Kuningan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Menurutnya, selama ini anggaran pengembangan kewirausahaan termasuk pemberdayaan koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hingga subsidi untuk BBM mencapai sekitar Rp 100 triliun per tahun.
"Khusus untuk pengembangan wirausaha, koperasi dan UMKM mencapai sekitar Rp 25 triliun. Angka itu tersebar di mata anggaran 34 kementerian/lembaga dalam program-program mereka," katanya.
Prakoso menjelaskan, RUU Kewirausahaan mengatur tentang penunjukkan satu wadah secara resmi untuk pembinaan kewirausahaan yang saat ini dipegang oleh 34 kementerian dan lembaga.
"Adanya UU ini nantinya akan menghemat anggaran dan tidak adanya lagi tumpang tindih kewenangan pengembangan kewirausahaan," jelasnya.
Dirinya mengungkapkan, RUU Kewirausahaan ditargetkan bisa disahkan tahun ini menyusul disahkannya RUU Perkoperasian.
Pihaknya sendiri telah menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam RUU Kewirausahaan Nasional.
"DIM kami susun dalam dua pekan, ada 56 pasal kami usulkan menjadi 35 pasal saja," paparnya.
Prakoso menegaskan, perlu penegasan dalam hal penetapan suatu lembaga/badan/kementerian untuk menangani kewirausahaan.
"RUU akan mengkonsentrasikan penanganan kewirausahaan dalam satu lembaga, tidak terpecah-pecah karena selama ini kewirausahaan ditangani oleh 34 kementerian dan lembaga," katanya.
Pemusatan kewenangan tersebut sekaligus dalam hal penanganan pembiayaan atau modal awal dengan skema yang ringan dan mudah untuk diakses.
Pihaknya juga menganggap tidak perlu dibentuk lembaga baru untuk menangani kewirausahaan.
"Hal yang perlu diwujudkan dalam RUU Kewirausahaan yakni agar UU ini menjadi payung hukum yang kuat dalam menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan masyarakat, sehingga Indonesia punya SDM yang berkualitas, berdaya saing, dalam menghadapi era persaingan bebas," katanya.


LPS: Ini Risiko Perekonomian dan Stabilitas Sistem Keuangan pada 2017

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan, kondisi ekonomi makro dalam negeri secara umum dipandang masih stabil. Akan tetapi, perkembangan beberapa faktor risiko eksternal perlu dicermati.
"Terdapat kenaikan bunga simpanan selama beberapa pekan terakhir yang mengindikasikan sedikit pengetatan pada kondisi likuiditas. Perkembangan sejumlah faktor risiko eksternal perlu dicermati karena dapat berpengaruh bagi kondisi likuiditas," ujar Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (12/1/2017).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Penjaminan dan Manajemen Risiko LPS Didik Madiyono memaparkan beberapa risiko perekonomian dan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang akan dihadapi pada tahun 2017.
Beberapa faktor eksternal ini dapat berpengaruh pula kepada Indonesia. Risiko pertama adalah transisi kepemimpinan politik di beberapa negara utama dunia, termasuk di AS dan beberapa negara kawasan Eropa.
Selain faktor terpilihnya presiden terpilih AS Donald Trump, beberapa negara juga akan melangsungkan pemilihan umum pada tahun 2017.
"Perancis akan mengadakan pemilu pada April sampai Juni 2017. Jerman akan mengadakan pemilu pada Februari dan September 2017," ujar Didik.
Selain itu, ada pula faktor risiko berupa dampak kebijakan bank sentral AS Federal Reserve yang cenderung akan menaikkan suku bunga.
LPS memprediksi, The Fed akan menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate sebanyak dua kali pada tahun 2017 hingga mencapai level 1,25 persen.
Di samping itu, kondisi perekonomian di China juga dipandang LPS sebagai risiko terhadap perekonomian dan SSK pada tahun 2017.
Risiko dari Negeri Tirai Bambu tersebut mencakup risiko pada pertumbuhan ekonomi dan respon kebijakan yang diambil.
Dari dalam negeri, risiko yang dipantau adalah inflasi pada tahun 2017. Didik menyampaikan, risiko inflasi tersebut berasal dari komponen administered prices atau harga yang diatur pemerintah, yakni terkait kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik, harga elpiji, tarif STNK, dan cukai rokok.
Adapun risiko lainnya adalah terkait likuiditas perekonomian. Hal ini mencakup NFA atau net foreign asset, level loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang tinggi, dan ekspansi kredit.


Bank Dunia Prediksi Ekonomi Global Membaik Tahun Ini

Bank Dunia dalam laporan teranyarnya yang bertajuk Global Economic Prospecta memprediksi akan terjadi penguatan perekonomian global secara moderat pada tahun 2017.
Perbaikan ekonomi global akan dipengaruhi perbaikan di negara-negara berkembang atau emerging markets.
Mengutip BBC, Rabu (11/1/2017), Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini mencapai 2,7 persen.
Pertumbuhan ini, menurut Bank Dunia, muncul setelah apa yang disebut demgam pelemahan pasca krisis pada tahun 2016.
Bank Dunia pun menyatakan ada peningkatan ketidakpastian setelah pemilihan presiden di AS.
Di samping itu, Bank Dunia juga melihat kegiatan investasi pada tahun 2017 masih akan lesu dan ada pelemahan lebih lanjut pada perdagangan global.
Untuk negara-negara berkembang dan emerging markets, kenaikan suku bunga acuan di AS dan penguatan nilai tukar dollar AS mendorong terjadinya pengetatan persyaratan pembiayaan.
Artinya, kredit akan lebih mahal atau lebih susah untuk diperoleh. Meskipun demikian, Bank Dunia mengekspektasikan pertumbuhan di negara-negara tersebut akan terakselerasi, karena harga komoditas yang naik, seperti minyak dan produk tambang.
Para ekonom Bank Dunia juga memproyeksikan tren penurunan aktivitas di dua negara berkembang besar, yakni Brasil dan Rusia, akan segera berakhir.
Untuk negara-negara maju, Bank Dunia memprediksi pelemahan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.
Meskipun diprediksi lebih baik dibandingkan tahun 2016, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju mencapai 1,8 persen.
Bank Dunia menilai beberapa ketidakpastian terkait kebijakan pemerintah masih akan berpotensi memberi dampak signifikan terhadap perekonomian global.
Ketidakpastian itu antara lain referendum di Inggris terkait keluarnya dari Uni Eropa dan kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS.

Lima Risiko Bisnis Global Teratas 2017, Apa Saja?

Kalau melihat kembali ke tahun 2016 yang baru saja berakhir, ada beberapa peristiwa besar yang dampaknya dipandang masih akan terasa pada tahun 2017.
Sebut saja keluarnya Inggris dari Uni Eropa, terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS, masalah pengungsi, ketegangan geopolitik, maupun ancaman terorisme.
Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) baru-baru ini menerbitkan laporan bertajuk 2017 Global Risk Report.
Laporan ini memuat berbagai macam risiko yang menguar pada tahun 2017 dan dampaknya dalam berbagai aspek.
Dalam laporan yang dilansir tahunan berdasar survei tersebut, sekira 750 pakar menganalisa 30 risiko global dan 13 tren pokok yang bisa memunculkan interkoneksi risiko satu sama lain.
Dari sisi ekonomi, dampak dari pengangguran dipandang sebagai salah satu risiko terberat global tahun 2017.
Ini merefleksikan peningkatan polarisasi dan kesenjangan akibat lemahnya perbaikan ekonomi dan pesatnya perubahan teknologi.
“Meski tren ini disorot pada laporan tahun lalu, namun (risiko pengangguran) makin buruk dalam setahun terakhir dan berkaitan dengan tren-tren lainnya seperti ketidakstabilan sosial dan peningkatan populisme,” tulis WEF seperti dipetik dari laman resminya, Jumat (13/1/2017).
WEF menyatakan, dampak pengangguran maupun kekurangan lapangan kerja telah membentuk lingkaran besar, sehingga dinobatkan sebagai risiko teratas terhadap bisnis yang diidentifikasikan dalam laporan.
Adapun risiko lainnya adalah peningkatan maupun penurunan harga energi secara signifikan.
Naik-turun harga energi bak permainan yoyo mengancam tekanan ekonomi lebih lanjut, khususnya pada industri-industri ataupun kelompok konsumen yang sangat bergantung pada energi.
Dengan demikian, faktor risiko ini berada pada peringkat kedua.
Kemudian, risiko lainnya adalah kekhawatiran mengenai kemungkinan krisis fiskal.
Ini merefleksikan kecemasan terkait beban utang yang berlebihan, yang dapat memicu krisis utang maupun krisis likuiditas.
Risiko keempat terhadap bisnis secara global berdasarkan laporan WEF adalah kegagalan pemerintahan nasional.
Situasi ini bisa berupa kegagalan penegakan hukum, korupsi, maupun kebuntuan politik.
Para responden dari kawasan Amerika Latin memilih faktor ini sebagai risiko terbesar di kawasan mereka.
Risiko terakhir adalah kekhawatiran mengenai ketidakstabilan sosial yang mendalam.
Hal ini dinilai bersinggungan erat dengan pengangguran dan menjadi keterkaitan terkuat terhadap risiko global yang ditemukan oleh survei WEF.
Dengan demikian, berikut ini adalah daftar lima risiko bisnis global tahun 2017 yang dihimpun laporan WEF:
1. Pengangguran atau kekurangan lapangan kerja
2. Gejolak harga energi
3. Krisis fiskal
4. Kegagalan pemerintahan nasional
5. Ketidakstabilan sosial yang mendalam


Senin, 09 Januari 2017

Permodalan Koperasi

Pengertian Modal Koperasi
Setiap perkumpulan atau organisasi dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuannya memerlukan sejumlah dana. Sebagai badan usaha, koperasi memerlukan dana sesuai dengan lingkup dan jenis usahanya. Dalam rangka mendirikan badan usaha koperasi, yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang sebagai syarat minimum untuk mendirikan sebuah koperasi adalah jumlah anggota pendiri. Sedangkan besar modal minimum yang harus disetor sebagai modal awal koperasi oleh para pendirinya tidak ditentukan. hal ini sesuai dengan karakteristik koperasi yang mengedepankan jumlah anggota daripada besar modal usaha.
1.      Karakteristik Koperasi
Koperasi merupakan sebuah perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan bersama untuk bekerja sama dalam memperbaiki dan meningkatkan taraf kemampuan mereka di bidang ekonomi dan perekonomian. Unsur-unsur penting dari kalimat tersebut adalah adanya orang-orang, yang berumpul dalam sebuah perkumpulan, mempunyai tujuan yang sama dengan bekerja sama, di dalam bidang kesejahteraan ekonomi. Jadi sejak awal sebuah koperasi menjalankan usahanya, para pengurus dan anggota koperasi secara sadar dan wajib memanfaatkan jasa atau produk yang dihasilkan oleh koperasi mereka sendiri, sebagai cara utama untuk ikut memajukan koperasi dalam memupuk modal.
2.      Peruntukan Modal
Sedikitnya ada tiga alasan koperasi membutuhkan modal, anatara lain:
Pertama, untuk membiayai proses pendirian sebuah koperasi atau disebut biaya pra-organisasi untuk keperluan: pembuatan akta pendirian atau anggaran dasar, membayar biaya administrasi pengurusan izin yang diperlukan, sewa tempat bekerja, ongkos transportasi, dan lain-lain.
Kedua, untuk membeli barang-barang modal. Barang-barang modal ini dalam perhitungan perusahaan digolongkan menjadi harta tetap atau barang modal jangka panjang.
Ketiga, untuk modal kerja. Modal kerja biasanya digunakan untuk membiayai operasional koperasi dalam menjalankan usahanya.
Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan termasuk badan koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan untuk menjalankan usaha. Koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang mengumpulkan modal untu modal usaha dan setiap orang mempunyai hak yang sama.
Modal Dasar
Tujuan utama mendirikan sebuah organisasi koperasi adalah untuk mengakumulasikan potensi keuangan para pendiri dan anggotanya yang meskipun pada awalnya berjumlah kecil tetapi tetap ada. Modal terdiri dari 2 yaitu :
•Modal jangka Panjang : Fasilitas Fisik
• Modal jangka Pendek : Kegiatan Operasional
Usaha koperasi dilakukan bersama dan dibangun dengan modal bersama. Menurut Undang-Undang Perkoperasian, modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
1. Modal sendiri dapat berasal dari:
a. Simpanan pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Jumlah simpanan pokok setiap anggota adalah sama besar. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b. Simpanan wajib
Simpanan wajib adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan anggota dalam jangka waktu tertentu. Biasanya dibayar tiap bulan. Jumlah simpanan wajib tidak harus sama untuk tiap anggota. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c. Simpanan sukarela
Simpanan sukarela merupakan simpanan yang jumlah dan waktu pembayarannya tidak ditentukan. Simpanan sukarela dapat diambil anggota sewaktu-waktu.
d. Dana cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha (SHU). Dana cadangan berfungsi untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
e. Dana hibah.
Dana hibah adalah dana pemberian dari orang atau lembaga lain kepada koperasi.
2. Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. anggota
b. koperasi lain
c. bank
d. sumber lain yang sah
B. SUMBER MODAL KOPERASI
Ada dua sumber modal yang dapat dijadiakn modal usaha koperasi yaitu :
a. Secara Langsung
Dalam mendapatkan modal secara langsung ini ada tiga cara klasik yang dapat dilakukan oleh para pengurus koperasi,yaitu :
– Mengaktifkan simpanan wajib anggota sesuai dengan besar kecil penggunaan volume penggunaan jasa pelayanan koperasi yang dimanfaatkan oleh anggota tersebut.
– mengaktifkan pengumpulan tabungan para anggota
– mencari pinjaman dari pihak bank atau non-bank dalam menunjang kelancaran operasional koperasi.
b. secara tidak langsung
Modal yang didapat dari cara ini bukan merupakan modal yang langsung digunakan oleh koperasi tetapi mengambil manfaat dari kemampuan koperasi itu sendiri dalam rangka menekan biaya,caranya antara lain :
– Menunda Pembayaran yang seharusnya dikeluarkan
– Memupuk dana cadangan
– Melakukan Kerja Sama-Usaha
– Mendirikan Badan-Badan Bersubsidi
1. Sumber-Sumber Modal Koperasi (UU NO.12/1967)
1.1. Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama yang bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.
1.2. Simpanan Wajib
Konsekwensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para anggota harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan dana yang akan digunakan menjalankan usaha koperasi.
1.3. Simpanan SukaRela
Adalah simpanan yang besarnya tidak di tentukan, tetapi bergantung kepada kemampuan anggota.Simpanan sukarela dapat di setorkan dan diambil setiap saat.
1.4. Modal sendiri
Adalah modal yang berasal dari dana simpanan pokok,simpanan wajib, dan dana cadangan. Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepada anggota. tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara mendadak atau menutup kerugian dalam usaha. Fungsi cadangan: Menjaga Kemungkinan rugi dan memperkuat kedudukan finansial koperasi terhadap pihak luar (kreditor).
2. Sumber-Sumber Modal Koperasi (UU No.25/1992)
2.1. Modal Sendiri (Equity Capital)
Terdiri dari modal anggota, baik yang bersumber dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan-simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib, modal penyertaan, modal sumbangan, dana cadangan, dan SHU yang belum dibagi.
2.2. Modal Pinjaman (Debt capital)
a. Pinjaman dari Anggota
Pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan sukarela anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang disimpan tergantung dari kerelaan anggota. sebaliknya dalam pinjaman, koperasi meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari anggota.
b. Pinjaman dari Koperasi Lain
Pada dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan usaha koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan lingkup kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang sempit; tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.
c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan
Pinjaman komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat prioritas dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan untuk mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.
d. Obligasi dan Surat Utang
Untuk menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang kepada masyarakat investor untuk mencari dana segar dari masyarakat umum diluar anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.
e. Sumber Keuangan Lain
Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.
C. DISTRIBUSI MODAL KOPERASI
Distribusi Cadangan Koperasi
Cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25 % dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan , sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan. Banyak sekali manfaat distribusi cadangan, seperti contoh di bawah ini :
1. Memenuhi kewajiban tertentu
2. Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
3. Sebagai jaminan untuk kemungkinan kemungkinan rugi di kemudian hari
4. Perluasan usaha
D. SHU (SISA HASIL USAHA)
PENGERTIAN SHU
Pengertian SHU terbagi menjadi 5 bagian penjelasan tentang SHU yaitu :
• SHU koperasi adalah pendapatan yang di peroleh dalam waktu satu tahun buku yang di kurang dengan biaya,penyusutan dan kewajuban,termasuk pajak dalam tahun buku yang berhubungan.
• SHU setelah di kurangi dengan dana cadangan lalu di bagikan kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing anggota,dan di gunakan untuk pendidikan pengkoperasian.
• Semakin besar transaksi,maka semakin besarSHU yang di terima.
• Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
• Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
SHU terdapat di dalam pasal 45 ayat (1) UU No. 25/1992, adalah sebagai berikut :
Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Informasi dasar dalam perhitungan SHU anggota :
1. SHU Total Koperasi pada suatu tahun buku.
2. Bagian (presentase) SHU Anggota.
3. Total simpanan seluruh anggota.
4.Total seluruh transaksi usaha (volume udaha atau omzet) yang berasal dari anggota.
5. Jumlah simpanan per anggota.
6. Omzet atau volume usaha per anggota.
7. Bagian (presentase) SHU untuk simpanan anggota.
8. Bagian (presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
RUMUS PEMBAGIAN SHU
• Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
• Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, dana sosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%.
• Tidak semua komponen di atas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.
SHU per anggota rumusnya :
• SHUA = JUA + JMA
Keterangan :
SHUA = Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA = Jasa Usaha Anggota
JMA = Jasa Modal Anggota
SHU per anggota dengan model Matematika, dapat dihitung sebagai berikut :
SHU Pa = VA / VUK * JUA + Sa / TMS * JMA
Keterangan :
SHU pa : Sisa Hasil Usaha per Anggota
VA : Volume usaha Anggota (total transaksi anggota)
VUK : Volume usaha total koperasi (total transaksi koperasi)
JUA : Jumlah Usaha Anggota
Sa : Jumlah simpanan anggota
TMS : Total Modal sendiri (simpanan anggota total)
JMA : Jumlah Modal Anggota
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu :
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut:
a. Cadangan koperasi
b. Jasa anggota
c. Dana Pengurus
d. Dana karyawan
e. Dana pendidikan
f. Dana sosial
g. Dana untuk pembangunan lingkungan
Tentunya tidak semua komponen diatas harus diadakan oleh koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung pada keputusan anggota yang ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Prinsip-prinsip Pembagian SHU
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota : Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri: SHU yang diterima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikan dan dari hasil transaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa presentase untuk jasa modal.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan : Proses perhitungan SHU per anggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai : SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.

Sumber :